Oleh: Bintang Wahyu Saputra
Inisiator Sahabat DPR Indonesia
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara merdeka dan berdaulat yang memilih Demokrasi sebagai sistem politik yang harus dijalankan oleh semua stake holder Bangsa Indonesia. Keputusan menjadi negara Demokrasi tercermin dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yang juga menjadi salah satu sila dari Pancasila. Frase, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan adalah bukti otentik bahwa para founding father bangsa ini bersepakat memilih Demokrasi sebagai sistem politik yang dianut dan harus dijalankan oleh pemerintah Republik Indonesia.
Sebagaiman lazimnya negara yang menganut sistem demokrasi, dalam praktik politiknya, Indonesia menerapkan Trias Politica sebagai sub sistem dalam menjalankan roda penyelenggaraan negara. Trias Politica yang dicetuskan oleh Filosof Prancis Montesquieu, membagi kekuasaan penyelenggara negara menjadi tiga bagian, lembaga eksekutif, lembaga legislatif dan lembaga yudikatif. Dengan pembagian kekuasaan dan fungsinya menjadikan kekuasaan tidak mutlak dan memungkinkan saling bekerja sama.
Baca juga:
Pura-Pura Budayawan
|
Perihal kekuasaan yang mutlak adagium Lord Acton yang sangat mashur power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely menemukan relevansinya pada model pembagian kekuasaan Trias Politica ala Montesquieu.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)
Dalam tata negara Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) merupakan salah satu lembaga pemegang kekuasaan yang disebut dalam Trias Politica, yaitu lembaga legislatif. DPR merupakan lembaga perwakilan yang mencerminkan kedaualatan rakyat karena anggota DPR merupakan perwakilan partai politik yang dipilih melalui Pemilihan Umum.
Dalam menjalankan fungsi kelembagaannya DPR RI tugas DPR RI termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 20A ayat (1), disebutkan bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Aturan yang lebih detail terkait fungsi DPR terdapat dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam pasal 69 UU No 17 tahun 2014, pasal 69 menyebutkan, DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
Fungsi Legislasi. Merupakan fungsi DPR sebagai pemegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Fungsi ini terkait erat dengan upaya menerjemahkan aspirasi masyarakat menjadi keputusan-keputusan politik yang nantinya dilaksanakan oleh pihak eksekutif (pemerintah). Fungsi Pengawasan. Merupakan fungsi DPR dalam melaksanakan pengawasan atas Undang-Undang dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Fungsi ini digunakan untuk memastikan pelaksanaan keputusan politik yang telah diambil tidak menyimpang dari arah dan tujuan yang telah ditetapkan. Fungsi Anggaran. Merupakan fungsi DPR sebagai pembahas dan pemberi persetujuan atau tidak terhadap rancangan Undang-Undang tentang APBN yang diajukan oleh pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia. Fungsi ini terkait dengan kemampuan DPR mendistribusikan anggaran sesuai skala prioritas yang secara politis telah ditetapkan.
Kinerja DPR RI Tahun Sidang 2020 – 2021
Dalam Laporan Kinerja DPR RI Tahun Sidang 2020-2021 bertajuk DPR Hebat Nersama Rakyat yang bisa diakses oleh masyarakat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melaporkan apa saja yang sudah dilakukannya sebagai lembaga perwakilan rakyat terkait dengan fungsi DPR RI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dasar 1945 maupun Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau yang lebih popular dengan sebutan Undang-Undang MD3.
Secara umum apa yang dipaparkan dalam Laporan Kinerja DPR RI Tahun Sidang 2020-2021 dengan tajuk DPR Hebat Bersama Rakyat sangat normatif dan mencerminkan tugas dan fungsi DPR RI sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Terlalu panjang jika harus diurai satu persatu, namun setidaknya Kami punya pandangan tersediri terkait fungsi legislasi yang melekat dalam tubuh DPR RI.
Tahun Sidang 2020 – 2021, DPR RI berhasil menyelesaikan pembahasan dan pengesahan RUU yang sering disebut Omnibus Law, yaitu RUU Cipta Kerja yang telah diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja pada tanggal 2 November 2020. RUU Omnibus Law ini istimewa dan fenomenal. Disebut istimewa dan fenomenal karena RUU Omnibus Law ini mencabut 2 (dua) Undang-Undang dan mengubah 82 (delapan puluh dua) Undang-Undang.
Tidak itu saja dalam pembahasannya, RUU Omnibus Law juga berjalan alot dan mendapat perhatian besar dari masyarakat. Penolakan terhadap RUU Omnibus Law tidak hanya berlagsung di geudng parlemen tapi juga diluar parlemen. Gelombang demonstrasi dan protes masyarakat yang menolak pengesahan RUU Omnibus Law menjadi Undang Undang Cipta Kerja muncul dimana-mana. Hingga disyahkan dan diundangkan pada tanggal 2 November 2020, Undang-Undang Cipta Kerja masih mendapat penolakan yang diwujudkan pengajuan judicial review atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi.
Singkat cerita setelah satu tahun diundangkan, jelang akhir November 2021 Majelis Hakim Konstitusi menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) cacat secara formil. Untuk itu, Mahkamah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat.
Putusan Mahkamah Konstitusi diatas menjadi catatan tersendiri bagi publik dalam menilai kinerja DPR RI dalam menjalankan fungsi legislasinya. Namun demikian rasanya tidak fair menilai kinerja fungsi legislasi DPR RI hanya dengan melihat satu Undang-Undang saja. Karena faktanya DPR RI Tahun Sidang 2020 – 2021 tidak hanya menyelesaikan satu RUU menjadi Undang-Undang tapi 9 (Sembilan) RUU sudah dibahas dan disetujui menjadi Undang-Undang.
Catatan Sahabat DPR Indonesia Atas Kinerja DPR RI Tahun Sidang 2020 – 2021.
Tanggal 2 Maret 2020 pemerintah Indonesia mengumumkan temuan kasus pertama positif virus korona baru yang disebut Covid-19. Virus yang pertama kali muncul di Wuhan, China dan menjangkiti seluruh dunia ini akhirnya menjadi Pandemi di Indonesia. Hingga sekarang kita masih berkutat dengan penanganan virus Covid-19 yang ternyata terus bermutasi menjadi banyak varian.
Virus Covid-19 yang menyebar cepat di Indonesia mendorong pimpinan DPR RI membuat keputusan membantu pemerintah menangani pandemi Covid-19 dengan membentuk Satgas Lawan Covid-19 DPR RI pada tanggal 9 April 2020. Satgas Lawan Covid-19 dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.
Tidak menunggu lama, Satgas Lawan Covid-19 langsung tancap gas membantu pemerintah memutus rantai penyebaran virus Covid-19 dengan berbagai program. Dalam catatan Kami setidaknya Satgas ini memberikan bantuan berupa Obat Covid-19, Alat Pelindung Diri untuk tenaga medis, bantuan PCR hingga sembako untuk Rakyat Indonesia.
Selama Pandemi Covid-19 meski ikut berjibaku membantu pemerintah DPR RI tetap menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana amanat Undang-Undang. Sidang-sidang dan kerja kedewanan terus dilakukan sebagaimana mestinya. Bahwa Pandemi Covid-19 membuat lumpuh semua aktivitas manusia adalah fakta yang tidak mungkin diingkari. Namun tidak lantas membuat DPR RI lalai dengan tugasnya. Peran serta DPR RI dalam penanganan Covid-19 selama pandemic sangat pantas untuk diapresiasi dengan positif. Satgas Lawan Covid-19 DPR RI adalah cermin lain dari tugas sebagai Wakil Rakyat.
Selama pandemi COVID-19, banyak anggota DPR RI yang turun langsung membantu rakyat. ini harusnya dimasukkan sebagai salah satu indikator mengukur kinerja DPR RI Tahun Sidang 2020 – 2021.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Tahun Sidang 2020 – 2021 telah menjalanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Satgas Lawan Covid-19 adalah nilai lebih yang telah dilakukan DPR RI. Bahwa ada beberapa catatan yang harus diperbaiki oleh DPR RI kedepan merupakan evaluasi dari Rakyat yang harus diterima dengan bijak oleh DPR sebagai wakil rakyat.